Pendampingan IKM Genteng Kebakkramat Karanganyar Agar Memenuhi SNI 03-2095-1998

Eko Pujiyanto, Cucuk Nur Rosyididan Muhammad Hamka Ibrahim

Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia.

Atap adalah bagian penting sebuah bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam bangunan dari panas, hujan, dan kondisi lingkungan lainnya. Sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa menggunakan genteng sebagai atap bangunan. Menurut data BPS lebih dari 90% rumah penduduk di Pulau Jawa mengunakan atap genteng. Genteng memiliki beberapa kelebihan, antara lain mempunyai banyak model, harga yang relatif lebih murah, mudah dalam proses pemasangan, menyerap panas, dan tidak bising saat hujan dan awet.

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas genteng adalah dengan menambahkan serbuk kaca bekas sebagai bahan penguat pada proses pembuatan genteng dari tanah liat. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan serbuk kaca dapat meningkatkan kekuatan tekan genteng dan menurunkan persentase penyerapan air pada genteng. Penambahan abu pembakaran sekam padi dilaporkan dapat meningkatkan kualitas genteng. Penambahan abu sekam padi selain menghasilkan peningkatan kekuatan tekan genteng, juga dapat menurunkan suhu ruangan.

Usaha untuk mengidentifikasi kualitas genteng produk Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Indonesia telah dilakukan. Hasilnya menunjukkan 81,25% genteng hasil IKM yang berlokasi di Jawa, belum memenuhi syarat kualitas SNI SNI 03-2095-1998. Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar dikenal sebagai salah sentra industri genteng di wilayah Surakarta. Berdasarkan survei pendahuluan, diketahui bahwa kualitas genteng produksi IKM di Kebakkramat Karanganyar belum memenuhi syarat mutu SNI 03-2095-1998.

Berdasarkan kajian diatas dan hasil survei pendahuluan terdapat peluang untuk meningkatkan kualitas genteng pada sentra industri genteng di Kebakkramat Karangayar, sehingga memenuhi SNI 03-2095-1998 dan sekaligus menggunakan bahan alternatif yaitu serbuk kaca dan abu sisa pembakaran kayu sebagai usaha memanfaatkan limbah lingkungan.

Pengabdian dimulai dengan mempelajari sistem produksi genteng di Kebakkramat Karanganyar. Proses produksi genteng secara umum terdiri dari empat tahap yaitu pertama pengolahan bahan mentah menjadi, kedua pencetakan genteng, ketiga pengeringan genteng dan keempat pembakaran genteng. Hasil produk genteng kemudian diuji sesuai SNI 03-2095-1998. Kualitas genteng yang diukur adalah kekuatan tekan dan penyerapan air. Hasil pengujian produk dibandingkan dengan syarat kualitas genteng menurut SNI 03-2095-1998.

Berdasarkan SNI 03-2095-1998 ada bebarapa syarat kualitas yang harus dipenuhi. Dalam pengabdian ini kualitas genteng yang diuji adalah kekuatan tekan dan penyerapan air. Untuk kualitas tingkat I, nilai minimal kekuatan tekan adalah 170 Kgf dan nilai maksimum penyerapan air adalah 12%. Sedangkan syarat kualitas tingkat II, nilai minimal kekuatan tekan adalah 110 Kgf dan nilai maksimum penyerapan air adalah 15%. Sedangkan syarat kualitas tingkat III, nilai minimal kekuatan tekan adalah 80 Kgf dan nilai maksimum penyerapan air adalah 20 %.

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan diketahui bahwa genteng existing 45.54 Kgf. Hasil ini belum memenuhi syarat kualitas tingkat III. Berdasarkan hasil ekperimen, kekuatan tekan genteng yang paling besar yaitu 371.722 Kgf dan sudah memenuhi syarat kualitas tingkat I. Berdasarkan hasil pengujian penyerapan air, menunjukkan bahwa penyerapan air genteng existing adalah 22.547% masih belum memenuhi syarat kualitas tingkat III yaitu 20%. Sedangkan genteng hasil eksperimen, sudah memenuhi syarat kualitas tingkat III. Hasil terbaik penyerapan air adalah 16.08%. Sehingga dapat direkomendasikan bahwa genteng terbaik yang memenuhi syarat kualitas SNI 03-2095-1998 adalah hasil eksperimen dengan komposisi tanah liat 92%, serbuk kaca sebanyak 4% dan abu pembakaran kayu 4%.